Beranda | Artikel
Lailatul Qadar dan Itikaf
Kamis, 29 April 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin

Lailatul Qadar dan I’tikaf adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Sifat Puasa Nabi. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Rabu, 16 Ramadhan 1442 H / 28 April 2021 M.

Kajian Islam Tentang Lailatul Qadar dan I’tikaf

Keutamaan Lailatul Qadar sangat agung, karena ia menyaksikan turunnya Al-Qur’an, yang mana Al-Qur’an menghantarkan orang-orang yang berpegang teguh dengannya maka dia akan mendapatkan kemuliaan dan kejayaan yang abadi.

Umat Islam yang mengikuti sunnah RasulNya setapak demi setapak, mereka tidak mengangkat pada malam ini bendera dan tidak pula menegakkan tongkat-tongkat, akan tetapi berlomba-lomba untuk beribadah dalam malam ini karena iman dan berharap pahala.

Dan inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul yang shahih yang menjelaskan tentang Lailatul Qadar secara rinci.

1. Keutamaan Lailatul Qadar

Cukup tentang keagungan Lailatul Qadar bahwa Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan (84 tahun 4 bulan). Yang mana umur kita saja mungkin tidak sampai kepada 84 tahun 4 bulan. Kalaupun sampai, tidak semuanya kita gunakan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalaupun semuanya kita gunakan untuk beribadah kepada Allah, maka belum tentu amal ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada Lailatul Qadar, tahukah engkau apa itu Lailatul Qadar? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan, para malaikat turun dan Jibril dengan izin Rabb mereka (untuk membawa) setiap perkara, keselamatan pada malam tersebut sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr[97]: 1-5)

Dan termasuk keagungan dari Lailatul Qadar adalah di dalamnya dirinci setiap perkara yang sudah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Sesungguhnya Kami telah turunkan Al-Qur’an pada malam yang penuh dengan berkah. Sesungguhnya Kami telah menjadi pemberi peringatan di dalamnya. Di dalamnya diperinci setiap perkara dengan penuh hikmah, urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami mengutus sebagai rahmat dari Tuhanmu, sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ad-Dukhan[44]: 3-6)

2. Waktu Lailatul Qadar

Terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya Lailatul Qadar terjadi pada tanggal malam ke-21, 23, 25, 27, 29 dan malam terakhir dari bulan Ramadhan.

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata : “Menurut pemahamanku -wallahu a’lam- Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab sesuai apa yang ditanyakan kepada beliau. Seperti pertanyaan “Apakah kita mencari di malam ini?”, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab : “Carilah di malam ini.”

Pendapat yang lebih kuat, bahwasanya Lailatul Qadar terjadi pada malam ganjil dari bulan Ramadhan di 10 hari bulan Ramadhan. Hal ini ditunjuki oleh hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dia berkata, adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda:

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

“Carilah Lailatul Qadar dengan sungguh-sungguh pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan dari malam ganjil.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika seorang hamba lemah atau capek, maka janganlah dia menyia-nyiakan tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda.

الْتَمِسُوْ مَا فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُ كُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي

“Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini menafsirkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَرَى رُؤْيَا كُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّ هَا فيْ السَّبْعِ الأَوَاخِِرِ

“Aku telah melihat mimpi kalian telah bersepakat, barangsiapa yang ingin mencari Lailatul Qadar, maka carilah dalam tujuh hari terakhir.”

Telah diketahui dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa pengetahuan tentang Lailatul Qadar sudah diangkat dari ingatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kraena ada beberapa orang yang bertengkar sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahukannya kepada para sahabat.

Dalam hadits Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada malam Lailatul Qadar, lalu ada dua orang yang bertengkar dari kaum muslimin, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang kapan terjadinya Lailatul Qadar, tapi si fulan dan si fulan sedang bertengkar, lalu diangkat dariku. Semoga itu lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam ke-29, 27, 25.” (HR. Bukhari)

Telah terhadap hadits-hadits yang memberikan isyarat bahwa Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, dan di sana ada hadits-hadits lainnya bahwasanya dia adalah 10 hari terakhir di malam ganjil. Riwayat yang pertama umum, dan dikhususkan dengan riwayat yang kedua. Maka riwayat yang khusus lebih didahulukan daripada yang umum.

Telah terdapat hadits-hadits yang memberikan isyarat bahwasanya Lailatul Qadar lebih diharapkan lagi terjadinya di tujuh malam terakhir. Tetapi ini dibatasi dengan kelemahan (fisik), maka tidak mengapa. Dengan begini hadits-hadits akan tergabung dan tidak terpisah-pisah.

Ringkasan

Seorang muslim semestinya mencari Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir: 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau seandainya dia lemah dan tidak sanggup mencarinya dari awal malam 21, maka hendaklah dia mencarinya pada malam ganjil di tujuh hari terakhir: 25, 27 dan 29.

3. Bagaimana Seorang Muslim Mendapatkan Lailatul Qadar?

Sesungguhnya malam yang penuh dengan berkah ini, siapa yang diharamkan dari mendapatkannya, maka sungguh dia diharamkan dari kebaikan seluruhnya. Dan tidaklah seseorang diharamkan dari kebaikan itu, kecuali dia benar-benar merugi.

Oleh sebab itu dianjurkan bagi seorang muslim yang gigih untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk menghidupkan malam-malam tersebut karena iman dan mengharap pahala yang besar. Kalau dia lakukan itu, maka diampuni dosanya yang telah lalu.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang beribadah pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada malam Lailatul Qadar. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui malam apa Lailatul Qadar, apa yang aku baca?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Bacalah:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Saudaraku -semoga Allah selalu memberkahimu dan memberikan kemudahan untuk mengerjakan ketaatan kepada-Nya- jika engkau mengetahui kapan malam Lailatul Qadar, maka hendaklah engkau memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah dan menjauhi menggauli istri, dan memerintahkan anak dan istri untuk memperbanyak ibadah dan ketaatan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:

انَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَ أَحْيَ لَيْلَهُ، وَ اَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika telah masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), maka beliau mengikat sarungnya (bahasa qiyasan untuk menjauhi istri) dan menghidupkan malamnya dan membangunkan anak istrinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dia bercerita:

كَانَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيغَيْرِهَا

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersungguh-sungguh untuk beribadah di selupuh hari terakhir yang tidak seperti sungguh-sungguh beliau pada hari-hari lainnya.” (HR. Muslim)

4. Tanda-Tanda Lailatul Qadar

Ketahuilah wahai hamba yang taat -semoga Allah memberikan kekuatan dengan kekuatan dariNya dan memberikan pertolonganNya- bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensifati pagi hari dari Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahui tentang malam tersebut.

‘Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu, ia bercerita: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

صَبِيْحَةُ لَيْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَمسُ لاَ شعاع لَهَا، كَاَنَهَا طَشْتٌ حَتَّى تَرْتَفَعُ

“Pagi hari Lailatul Qadar, matahari terbit tidak memiliki sinar yang menyengat, seakan-akan dia bejana sampai mataharinya meninggi.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah, ia bercerita: Kami saling mengingatkan tentang Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda:

أَيُكُم يَذْكُرُ حِيْنَ طَلَعَ الْقَمَرُ، وَهُوَ مِشْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ

“Siapa di antara kalian yang mengingat ketika terbitnya bulan seperti belahan jafnah.” (HR. Muslim)

Kemudian tanda yang lain disebutkan dalam hadits Imam Ibnu Khuzaimah, Imam At-Tahayalisi dan Imam Al-Bazzar dengan sanad yang Hasan. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lailatul Qadar adalah malam yang penuh dengan pemaafan, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, dan matahari pada pagi harinya terbit dengan sinar yang kemerahan dan lemah.”

Bab I’tikaf

Makna dari i’tikaf adalah berdiam pada sesuatu, bagi siapa saja yang selalu di dalam masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya, maka dia disebut sebagai seorang yang sedang beri’tikaf.

Bagaimana penjelasan lengkap tentang i’tikaf? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50152-lailatul-qadar-dan-itikaf/